Rabu, 11 Juni 2014

Durhaka Pada Orangtua - Jangan Ditiru!-




Bismillah...
    Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Tinggal ibuku yang selalu merawatku… Beliau bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sehingga mampu membiayai hidupku. Aku anak satu-satunya. Beliau memasukkanku ke lembaga pendidikan, sampai aku menyelesaikan perguruan tinggi. Sampai titik ini, aku masih menjadi anak yang berbakti  kepadanya.
    Tiba waktunya aku harus melanjutkan kuliah di luar negeri. Keberangkatanku diiringi dengan pesan ibuku sambil menetaskan air matanya, “Catat baik-baik di lubuk hatimu wahai anakkku, jangan sampai kamu tidak memberi kabar.. sering kirim surat, sehingga saya bisa merasa tenang dengan keadaan baikmu.”
   Usai sudah masa studiku setelah menempuh waktu yang sangat lama. Namun aku kembali pulang dengan sosok yang berbeda. Aku banyak terpengaruh dengan budaya barat. Saya mulai memandang miring aturan agama…diliputi dengan semangat materialisme, yang hanya mendambakan harta dan harta. Saya mendapat pekerjaan dengan salary tinggi. Mulailah saya terarik untuk menikah.
Sebenarnya ibuku telah menawari aku untuk menikah dengan wanita yang baik agamanya, sopan, dan menjaga kehormatan. Namun aku tolak, dan aku hanya mau dengan wanita kenalanku, wanita kaya nan cantik jelita. Saya punya mimpi untuk memiliki kehidupan model ‘Aristikrasi’ (menurut istilah mereka).
    Setelah menjalani hidup berkeluarga selama 6 bulan, mulailah istriku membuat ulah, sampai membuat ibuku marah. Sampai suatu saat, ketika saya masuk rumah, tiba-tiba saya mendengar tangisan istriku. Spontan aku tanyakan tentang sebabnya, istriku malah mengancam, “Pilih saya atau ibumu yang tinggal di rumah ini… saya sudah gak sanggup tinggal bersamanya..
    Spontan aku jadi seperti orang gila. Aku usir ibuku dari rumah, di saat puncak kemarahanku. keluarlah beliau sambil menitikkan air mata. Ucapan indah yang aku dengar, “Semoga Allah membahagiakanmu wahai anakku…”
Setelah agak mereda, akupun mengejar beliau. Aku mencarinya, tapi terlambat sudah. Ibuku telah menghilang. Aku kembali pulang. Istriku berusaha untuk menenangkan aku. Dia bujuk rayu aku agar mulai lupa dengan ibuku, emas yang paling berharga bagiku..
   Aku kehilangan berita tentang ibuku sampai kurun waktu yang lama. Pada kesempatan yang sama, aku menderita sakit parah yang menyeretku ke rumah sakit. Ternyata ibuku mendengar berita tentangku. Beliau datang ke rumah sakit untuk menjengukku. Ketika itu, istriku yang menemaniku. Melihat kehadiran ibuku, dia mengusirnya sebelum sempat menemui anaknya. “Anakmu tidak ada di sini… Apa yang kamu inginkan dari kami… menjauhlah dari kami!!” Ibuku tertatih kembali tanpa sempat menemuiku.
Keluarlah aku dari rumah sakit, setelah opname dalam waktu yang lama. hanya saja, sekarang kondisiku berbalik. Aku kehilangan pekerjaan dan rumah. utangpun mulai bertumpuk. Semua itu disebabkan istriku yang selalu menuntut materi dan materi. Sampai di puncak kesusahan, si cantik istriku mulai tidak betah. “Karena kamu sudah kehilangan pekerjaan, harta, dan posisimu di masyarakat, mulai saat ini aku tegaskan di hadapanmu: ‘Ceraikan aku!”
Ibarat petir yang menyambar kepalaku… akupun mentalaknya. Namun, di balik ini muncul hikmah yang besar. Aku mulai terbangun dari keterlenaan.
  Akupun pergi tak tentu arah. Tekadku hanya satu, bisa kembali ke ibuku. Aku harus cari ibuku… sampai akhirnya, aku berhasil menemukan beliau. Tahukah anda, di mana beliau? Di yayasan penampungan orang tidak mampu. Beliau hidup dengan sedekah dari para aghniya (orang mampu).
Aku menemui beliau… ternyata beliau tak kuasa menahan tangisnya, wajahnya mulai pucat. Tak kuasa ku menatap beliau, selain langsung aku rebahkan diriku di pangkuan beliau. Sambil menangis terisak-isak… Kami menangis hampir satu jam.
    Aku menuntun beliau untuk pulang ke rumah ibuku. Aku bertekad untuk selalu taat kepada beliau. Aku merasakan kehidupan yang sangat indah. Bersama kekasih seumur hidupku: Ibuku (semoga Allah menjaganya).
   Aku memohon kepada Allah agar selalu menutupi kesalahanku dan menjadikan aku bebas dari masalah.
  Diterjemahkan secara bebas oleh Ustadz Ammi Nur Baits dari buku: Abnaaun yu’adzibuuna abaa-ahum, hlm. 26 – 28, karya syaikh Khalid Abu Shaleh. Terbitan Darul Wathan.
Hikmah : Janganlah durhaka kepada orangtua. Karena merekalah yang membesarkan dan mendidik kita.

 Diambil dari : kisahmuslim.com - duniaalma.blogspot.com

2 Kisah

Bismillah......


1. Zainal Abidin, Tidak Pernah Makan
Bersama Ibunya



Zainal Abidin adalah seseorang yang sangat berbakti kepada ibunya. Saking berbaktinya, ada orang-orang berkata kepadanya, “Sungguh, kamu adalah orang yang sangat berbakti kepada ibumu. Tetapi, kami tidak pernah melihat kamu makan bersama ibumu dalam satu piring?” Dia menjawab, “Saya khawatir mendahului makan makanan yang hendak dimakan oleh ibu saya. karena menurut saya itu termasuk tindakan durhaka kepadanya.” (Lihat kitab Muhadharat Al-Adiba’ hlm. 327 dan kitab Wafayat Al-A’yan (III/268)



2. Apa Yg Membuat Pemuda Ini Menangis?
Saya melakukan perjalanan pulang setelah melakukan safar yang cukup lama. Setelah mengambil posisi di pesawat, qadarullah, posisiku di dekat sekelompok pemuda yang doyan hura-hura. Ketika tertawa dibuat terbahak-bahak, dan terlalu banyak bersenda gurau. Tempat itupun penuh dengan bau rokok mereka.
Ketika itu, pesawat penuh penumpang, sehingga tidak memungkinkanku untuk berpindah tempat. Ingin sekali aku pergi dari tempat ini, biar aku bisa istirahat. Sesak rasanya duduk bersama mereka. Aku hanya bisa menenangkan pikiranku dengan mengeluarkan mushaf dan membaca Al-Quran dengan suara pelan.
Beberapa saat kemudian, kondisi mulai tenang. Ada diantara pemuda ramai itu mulai membaca koran, ada yang sudah mulai tidur. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan salah satu pemuda yang hura-hura duduk di sampingku: cukup..cukup…! Saya mengira dia merasa terganggu dengan suaraku. Akupun minta maaf, dan melanjutkan baca Al-Quran dengan suara pelan yang hanya bisa kudengar.
Tiba-tiba orang itu menutupi wajahnya dengan tangannya, kepalanya naik turun, maju mundur, dengan respon kasar dia memarahi saya: ‘Saya sudah minta kamu untuk diam, diam. Saya gak sabar!’ Diapun langsung pergi meninggalkan tempat duduknya, menghilang dari pandanganku. Sampai akhirnya dia kembali. Dia minta maaf, dan menyesali perbuatannya, kemudian tenang di tempat duduknya.
Saya tidak tahu, apa yg sedang terjadi. Tapi setelah tenang sejenak, dia melihat saya dan air matanya mengalir. Di situlah dia mulai bercerita:
Sudah kurang lebih tiga tahun, saya belum pernah meletakkan dahiku untuk sujud, saya tidak menyentuh sedikitpun satu ayat dalam Al-Quran. Sebulan ini saya melakukan traveling. Hampir semua maksiat telah aku cicipi dalam perjalanan ini.
Aku mendengar anda membaca Al-Quran. Terasa hitam dunia di wajahku. Sesak dadaku. Aku merasa sangat hina. Aku merasa semua ayat yang engkau baca menghantam jasadku, layaknya cambuk. Akupun bingung dan bertanya pada diriku: ‘Sampai kapan kelalaian ini akan kualami?’ ‘Kemana lagi aku harus melaju?’ ‘Setelah piknik penuh hura-hura ini apalagi yang harus aku lakukan?’ Lalu tadi aku ke toilet. Tahu kenapa? Saya ingin menangis sejadinya, dan tidak ada tempat yang terlihat manusia, selain toilet.”
Akupun menasehatinya untuk bertaubat, kembali kepada Allah. Setelah itu dia terdiam. Ketika pesawat mendarat. Dia memintaku ngobrol sejenak. Seolah dia ingin menjauh dari kawan-kawannya. Semangat kesungguhan untuk bertaubat sangat kelihatan dari raut wajahnya. Dia bertanya: “Apa mungkin Allah akan menerima taubatku?” Kujawab dengan firman Allah, ‘Apakah anda pernah membaca firman Allah,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)
Dia mulai senyum kecil, senyum penuh harapan dan air matanya berlinangan. Dia menyampaikan kepadaku: “Saya janji, saya akan kembali kepada Allah.”

Pelajaran:

Manusia adalah makhluk lemah. Tak kuasa untuk bersih dari dosa dan maksiat. Ditambah dengan godaan pasukan iblis yang berusaha selalu menyeretnya ke dunia hitam. Tidak ada yang maksum kecuali para Nabi yang Allah lindungi dari dosa besar. Di saat yang sama, Allah membuka pintu taubat yang seluas-luasnya, agar mereka tidak putus asa dari rahmat Sang Pencipta. Tinggal satu yang perlu digugah: Kapan saatnya kita mau bertaubat?
Jika Allah sangat menyayangi kita, mengapa diri kita tidak menyayangi diri kita sendiri.
Dalam perjalanan pulang dari peperangan, kaum muslimin membawa kemenangan besar. Mereka pulang dengan membawa harta rampasan dan tawanan. Tiba-tiba ada seorang ibu diantara tawanan itu, yang kebingungan mencari anaknya. Sampai akhirnya ketemu dan dia susui. Melihat hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat,
أتروْن هذه طارحةً ولدَها في النار؟
Mungkinkah wanita ini akan melemparkan anaknya ke api?”
Para sahabat spontan menjawab: “Demi Allah, tidak mungkin.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menimpali:
الَلَّهُ أرحمُ بعباده مِن هذه بولدها
Allah lebih menyayangi hamba-Nya, dari pada kasih sayang ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari).
Sumber: Tajarub Da’awiyah Najihah (Diterjemahkan Oleh ustadz Ammi Nur Baits)
Diambil dari : www.kisahmuslim.com




Perjuangan Seorang Nenek Untuk Cucunya - Berbagi Kisah-


       Ada seorang remaja wanita masih sekolah di kelas 2 SMA
Setiap hari ditugaskan untuk merawat neneknya…
Neneknya sudah lumpuh…
hidupnya hanya dihabiskan di tempat tidur
Suatu saat…
ia mulai protes karena ketidak adilan yang dirasakannya
Ma… gantian dong yang merawat nenek…
Masa setiap hari harus aku…
Kemudian mamanya memotivasi
Nak… merawat nenek pahalanya banyak…
Sesekali anak itu mau menuruti
Tapi disaat lain Ia mulai protes lagi…
Ma… gantian dong yang merawat nenek…
Masa setiap hari harus aku…
Kenapa mesti aku… kenapa tidak mama… kenapa tidak papa… kenapa tidak kakak atau adik yang merawat nenek… tapi kenapa harus aku terus!…
protesnya mulai keras
Mamanya memeluk sambil menangis…
Nak… kamu sudah besar… kamu benar-benar mau tahu kenapa?… Tanya mamanya.
Sang anak menjawab : Mau ma..
"Dulu saat kamu masih umur 6 bulan…
Malam itu rumah kita kebakaran…
semua orang menyelamatkan diri dan barang-barang yang bisa diselamatkan.
Papa dan nenek menggendong kakak-kakakmu dan mama menggendong kamu…
setelah kita keluar semua…
papa bertanya mana bayinya?
Tanpa sadar ternyata yang mama gendong bukan bayi tapi guling kecil.
Kami baru sadar..
Tenyata kamu masih di dalam rumah, di lantai 2.
Tiba-tiba saja dari arah belakang,
lari menerjang masuk kedalam rumah…
Ternyata nenekmu nak…nenekmu…
lari memaksa masuk kedalam rumah…
kemudian naik kelantai dua…
setelah membawa mu…
nenek terjun dari lantai dua…
sambil menggendong kamu…
mulai saat itulah nenekmu lumpuh…"
Anak itu terdiam sambil meneteskan air mata tanpa suara…
Mulai saat itu…
ia tidak pernah lagi protes saat disuruh merawat neneknya
Bahkan hari-hari nya dihabiskan untuk merawat neneknya…
ia sangat senang dan bangga bisa merawat neneknya…
ia bangga pada neneknya…
Tiada kesenangan melebihi kesenangan merawat neneknya.
Andaikan kita tau kenapa kita berbuat sesuatu maka pastilah kita akan bekerja dengan ikhlas, tekun dan serius
Suatu Saat kita akan faham…
Apapun akan kita lakukan untuk membahagiakan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita
Karena Allah mencitai kita dan kita mencintai Allah….
Semoga bermanfaat..
     Diambil dari : http://virouz007.wordpress.com/